Rabu, 02 Maret 2011

masalah bersama

Dewasa ini, Indonesia sedang memasuki fase krisis pangan. Bayangkan saja, 17.4 juta keluarga tak mampu membeli sumber nutrisi yang memadai. Padahal, kondisi tubuh kita sangat bergantung pula dengan apa yang masuk ke dalam mulut kita seharinya. Makanan yang baik menyumbang kepada taraf kesehatan yang luar biasa. Dan kalau rakyat Indonesia sehat lahir batin, bayangkan seberapa majunya negeri kita kelak.

Apakah ini hanya tugas dokter? Tidak, hal ini merupakan masalah bersama yang harus dipecahkan dengan adanya kesadaran bersama. Jujur saja, dokter sendiri takkan sanggup memecahkan masalah ini sendirian. Karena ini masalah yang sangat meluas. Jadi, bila ditanya ‘kenapa dokter harus peduli dengan kasus malnutrisi?’. Ini pertanyaan retoris yang tak perlulah untuk dijawab. Mau tidak peduli silahkan, sah-sah saja. Namun, alangkah jauh lebih bijak bila kita peduli.

Masalah nutrisi sangat luas spektrumnya, karena memang tak bisa lepas dari bermacam dimensi kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, bahkan kesehatan itu sendiri. Satu permasalahan yang cukup krusial adalah permasalahan nutrisi pada anak, sang generasi penerus. Bila nutrisinya baik, maka ia akan menjadi manusia yang luar biasa. Namun, bila nutrisinya buruk, buruk pula ia kelak. Ini adalah sebuah tantangan tersendiri bagi kita. Karena banyak sekali permasalahan nutrisi yang diakibatkan kurangnya informasi nutrisi. Sebutlah contoh bahwa di suatu desa di jatinangor, banyak ibu yang tidak menyiapkan makanan bersih di rumah dan membiarkan anaknya jajan sembarangan karena satu alasan : anaknya tidak mau.

Itu barulah satu dari sekian kepelikan dari permasalahan nutrisi. Banyak faktor yang menyebabkan perihal seperti ini terjadi. Ekonomi, pendidikan, dan terutama mental. Begitu mudahnya membuang uang demi rokok namun begitu sulitnya mengeluarkan uang demi nutrisi yang baik. Ya, prinsip penyediaan nutrisi bagi kebanyakan orang adalah YPK, 'Yang Penting Kenyang'.

Dan memang, tak bisa dipungkiri bahwa ada satu ‘komunitas’ pada masyarakat yang terlupakan, yaitu manula. Bisa dilihat dari maraknya gerakan dokcil alias dokter cilik untuk gizi, namun sedikitnya gerakan dokla alias dokter manula. Seolah, komunitas manula merupakan komunitas yang terabaikan.

Yang tak kalah serunya, banyaknya kasus malnutrisi saat perawatan di rumah sakit. Kenapa hal ini bisa terjadi? Silahkan tanyakan kepada diri masing-masing. Selama mengemban ilmu di fakultas, berapa banyak kiranya kita mendapatkan bahan tentang nutrisi? Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan tenaga medis tidak berkompetensi dalam asuhan nutrisi. Masalah ini tidak juga terlepas dari kurangnya komunikasi antar tanaga medis (dokter, perawat, dan ahli gizi), ketidakmampuan dalam mengetahui manifestasi malnutrisi (yang disalahartikan sebagai manifestasi penyakit yang mendasari), ketidakjelasan tanggung jawab perawatan, kesimpang-siuran waktu pemeriksaan medis yang menyebabkan kelalaian jadwal makan pasien, serta ketidak-tersediaan alat uji laboratoris untuk menilai status gizi.

Maka, ini sebetulnya masalah bersama. Tak mungkin bisa diselesaikan hanya oleh seorang dokter saja. Dan memang, masalah ini harus diselesaikan secepatnya. Tidak ada yang mustahil, karena kalau mau, 1000 jalan pasti kan kita tempuh.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ikhsanun Kamil Pratama © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates