Kamis, 21 Februari 2013

Mau Nikah? Packing Yuk...

5komentar

Persiapan pernikahan. Apa yang langsung terbayang dalam benak anda begitu mendengar kata itu?
Tentunya, di hari yang istimewa dan kejadian yang diharapkan hanya terjadi sekali seumur hidup ini, kita berharap bahwa hari pernikahan akan menjadi hari yang sangat bahagia. Karena itulah, persiapan pernikahan pun kita siapkan, dimulai dari gedungnya, bajunya yang mewah, katering yang enak, panggung dan hiburan yang meriah, dan begitu banyak persiapan yang perlu disiapkan untuk menjadi raja dan ratu pada hari yang begitu bersejarah. Hehe, boleh kan ya? Soalnya kapan lagi bisa merasakan sensasi menjadi raja dan ratu.
Memang tiada yang melarang dan sah-sah saja melakukan persiapan pernikahan yang seperti itu. Hanya saja, sahabatku, kehidupan pernikahan itu seperti naik gunung lho. Masa sih persiapan pernikahan kita kayak mau ke mall? Kira-kira menurut anda, apa yang akan terjadi jika kita mau hiking naik gunung namun persiapannya mau ke mall? Sangat mungkin untuk tumbang di tengah jalan?
Kejadian ‘tumbang saat naik gunung’ ini sudah sangat banyak terjadi di Indonesia. Beberapa di antaranya:
·         Angka perceraian di Indonesia mencapai rekor tertinggi di Asia Pasifik (BKKBN 2012)
·         Dari 2 juta orang yang menikah tiap tahunnya, ada 285.184 kasus perceraian (Dirjen Bimas Islam Kemenag RI 2010)
·         Berapa banyak dari kita melihat pernikahan yang sekedar bertahan, ‘demi anak’lah atau demi apalah, namun sesungguhnya antar pasangan sudah tidak merasakan cinta lagi. Atau bahkan parahnya, sudah ada niatan ingin bercerai…
·         Berapa banyak kehidupan pernikahan yang sudah mengalami ‘perang dingin’?
·         Berapa banyak kehidupan pernikahan yang dimana anggotanya merasa salah pilih pasangan?
·         Mau nambahin lagi? Silakan…

Kok bisa kejadian seperti ini? Boleh jadi karena selama ini kita terlalu sibuk mempersiapkan pesta pernikahan yang hanya satu hari, namun kita lalai untuk mempersiapkan kehidupan pernikahan setelahnya, yang diharapkan hanya terjadi sekali seumur hidup. Masih ingat analogi naik gunung tadi? Ya, boleh jadi yang kita siapkan justru ‘jalan-jalan ke Mall’ daripada ‘naik gunung’. Jadinya salah tempat, mau naik gunung, tapi pake high heels, dandan tebal-tebal, dan perbekalan seadanya.
Tentunya, kita tidak ingin seperti itu kan? Nah, bagi anda yang belum mengucap akad nikah, anda beruntung sudah baca artikel ini. Pada kesempatan ini, kami ingin share hal-hal esensial apa saja yang harusnya kita packing  untuk ‘naik gunung’, untuk menyelamatkan kehidupan pernikahan anda dari marabahaya, serta menjemput kehidupan pernikahan yang Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah. Mau kan?
Nah, perbekalan utama yang harus anda siapkan adalah niat yang lurus karena Allah. Mungkin terdengar sepele, dan mungkin terdengar klise, namun sebuah kenyataan di lapangan yang kami temui, ternyata tidak sedikit mereka yang mau nikah hanya karena bosan hidup sendirian. Ada juga yang nikah karena tidak betah dengan lingkungan rumahnya, menjadikan pernikahan nadalah sebuah pelarian. Bahkan ada juga yang menjadikan pernikahan sebagai ajang balapan. Maksudnya bagaimana? Ya, jadi balapan dengan temannya, siapa yang paling cepat nikah dan dialah pemenangnya. Anda bisa bayangkan kira-kira bagaimana nasib sebuah pernikahan yang niatnya tidak jelas seperti ini, ke depannya akan gimana?
Kalau berniat, luruskanlah niat betul-betul untuk beribadah karena Allah. Niat yang lurus ini pun kalau bisa perlu detil dan spesifik. Kenapa? Ya karena masih banyak yang kami temui alasan pernikahan karena ‘ibadah’, padahal ini sifatnya masih normative. Bila ditanya secara spesifik, ibadah seperti apa yang mengharuskan untuk menikah, karena tentunya jomblo pun bisa ibadah kan? Niat semakin lurus, semakin detil, semakin spesifik, insyaAllah ini sangat bagus sekali.
Bila niat telah lurus, maka apa yang harus dibekali selanjutnya adalah kedewasaan. Bagi kami, menikah itu bukan masalah menikah muda atau menikah tua, namun menikah secara dewasa. Salah satunya bisa dilihat dari sebuah self-asking ‘Kami itu sudah butuh atau masih ingin untuk menikah?’. Loh, nikah memang suatu kebutuhan? Tentu saja. Bagaimana pun, mendapatkan belahan jiwa merupakan kebutuhan kita manusia hamba-Nya.
Sahabatku, menurut anda, ‘ingin’ dan ‘butuh’ itu sama atau beda? Bagaimana membedakannya? Ingin itu ibarat anak kecil yang ingin balon, bila ia tak mendapatkannya mungkin akan ngambek, padahal sebetulnya tanpa balon pun ia masih fine-fine saja. Bagaimana dengan butuh? Yang namanya kebutuhan itu harus DITUNAIKAN. Ibarat (mohon maaf) kebelet buang air besar. Mau gak mau ini HARUS ditunaikan kan? Karena bila tidak ditunaikan, justru membawa masalah pada diri sendiri. Dan kebutuhan masing-masing orang akan menikah itu tentu jelas BERBEDA. Tak bisa disamaratakan usia 25 tahun semua pria merasakan keterbutuhan akan menikah. Karena itu, pernikahan bukan masalah nikah muda atau nikah tua. Menikah segera dan menikah nanti sama hebatnya, bila dengan alasan syar'i dan pada tempatnya. Menikah segera dengan keberanian untuk menyempurnakan setengah agama dan tak mau menunda, itu sangatlah mulia. Namun, menikah nanti dengan pertimbangan kesiapan perbekalan berumah tangga sambil terus menerus melakukan perbaikan diri juga sama hebatnya. Yang salah adalah mereka yg tergesa-gesa dalam prosesny atau berleha-leha dalam persiapannya.
Perbekalan selanjutnya, anda pun harus menyiapkan ilmu dan skill yang mumpuni untuk  menjalani kehidupan pernikahan. Loh, skill pernikahan? Mungkin terdengar aneh bin asing di telinga anda, namun pengetahuan dan skill untuk menjalani kehidupan pernikahan itu mutlak perlu. Tantangan kehidupan pernikahan zaman dulu dan saat ini berbeda luar biasa. Perselingkuhan pun bisa saja terjadi di ujung jempol pasangan bila anda lalai. Hal ini bisa dicegah dengan memiliki ilmu dan skill pernikahan.
Skill apa saja yang harus dimiliki? Yang paling fundamental adalah skill komunikasi. Kenapa hal ini penting? Karena banyak permasalahan pernikahan dimulai dari mampetnya komunikasi. Bila komunikasi tidak terjalin, maka ini layaknya menunggu bom waktu untuk meledak. Jangan salah, bom waktu ini bisa terjadi semenjak malam pertama bila anda tidak memiliki ilmu dan skill komunikasi yang mumpuni. Kami beri satu contoh kasus ya.
Kehidupan pernikahan kami pada awal pernikahan ternyata begitu banyak potensi konflik. Seperti contoh kecil, sarapan. Canun, sang suami semenjak kecil terbiasa untuk sarapan jam setengah 6 pagi. Fu, sang istri semenjak kecil terbiasa sarapan jam 8 pagi. Maka, bagi Canun, Fu melakukan kesalahan karena beliau mulai memasak jam 7. Sedang bagi Fu, yang beliau lakukan jelas bukan kesalahan karena memang pola hidupnya berbeda. Nah, bila Canun marah-marah, apakah menyelesaikan masalah? Atau bila Canun diam saja, itu juga menyelesaikan masalah? Atau bila Canun memberi tahu ‘Masaknya setengah 6 dong’, itu cukup hanya dengan sekali menyampaikan, Fu akan berubah secara otomatis? BELUM TENTU. Karena mengubah kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun itu sulitnya bukan main. Bayangkan, di sini saja anda butuh kemampuan komunikasi yang mumpuni + skill manage ego anda.
Belum lagi finansial. Mungkin banyak orang yang senang menikah dengan orang yang memiliki materi yang banyak. Namun bagaimana bila anda nikah dengan orang kaya yang berpenghasilan 10 miliar/bulan, kemudian dua minggu setelah pernikahan, bisnisnya bangkrut dan ia merugi 12 miliar? Mudah bagi Allah mengkayakan atau memiskinkan seseorang. Kami mendapatkan hikmah bahwa yang terpenting bukan masalah banyak rezeki atau tidak, namun terkait skill menjemput rezeki, yang tentunya dengan cara halal. Sudahkah anda bekali diri anda dengan ilmu dan skill di bidang ini?
Belum lagi bila terpaksa harus LDM (Long Distance Marriage) harus ada skill tersendiri untuk memastikan pasangan tetap ‘baik-baik saja’. Skill kenali diri sendiri dan pasangan yang sangat penting untuk mengetahui kebutuhan anda dan pasangan, karena anda dan pasangan terbentuk dari pola asuh, budaya, dan lingkungan yang berbeda.
Waaw, kok terkesan ribet yah? Namun, sepengamatan kami di lapangan, hal-hal seperti ini adalah perbekalan anda untuk ‘naik gunung’. Karena bagaimanapun, kebahagiaan pernikahan itu tidak bisa anda tunggu di depan rumah seperti datangnya tukang Bakso. Kebahagiaan pernikahan itu harus diperjuangkan., layaknya naik gunung. Tentu lelah. Namun, bila anda sudah mencapai puncaknya, pemandangannya itu begitu indah luar biasa. Siapkah anda memperjuangkan kehidupan pernikahan anda? Kami siap membantu anda untuk memfasilitasi perbekalan-perbekalan ‘naik gunung’ pada workshop FULL 2 hari ‘Menikah itu Mudah’ tanggal 30 – 31 Maret 2013 dari pukul 08.00 – 17.00 di Hotel Citarum, Bandung, yang kami batasi hanya 10 seat saja. Selama 2 hari ini, yang akan anda dapatkan:
·         Integrated-Life Skill
·         Financing skill + Financial Literacy Skill
·         Personality Skill, mengenal karakter seseorang dalam waktu 5 detik
·         Communication skill
·         Emotional Skill
·         Relationship skill
Dengan bekal yang anda dapatkan di workshop ini yang insyaAllah manfaatnya bisa anda aplikasikan di kehidupan pernikahan anda untuk membangun pernikahan yang harmonis, anda cukup berinvestasi Rp 2.500.000, dengan fasilitas
·         Coffee break 4x
·         Menginap satu malam di hotel (Khusus bagi peserta luar kota)
·         Makan siang 2x
·         Workshop kit
·         Sertifikat
·         Konsultasi marriage life 3bulan setelah pernikahan
·         Software Cashflow Keuangan Keluarga senilai Rp 500.000
·         Asuhan prekonsepsi (persiapan kehamilan) oleh Bidan Fu

InsyaAllah, banyak manfaat yang bisa didapatkan. Berikut apa kata alumni workshop kami sebelumnya…

Doakan kami ya, bulan depan kami memutuskan untuk MENIKAH. InsyaAllah keputusan itu ada setelah kami membaca buku ‘Menikah itu Mudah’ serta sekarang ikut acaranya. Alhamdulillah”
Fanny Qurrata Ayuni (24) – Perawat Gigi
Menikah pada 17 Juni 2012

Pendaftaran bisa anda kontak Shella 081802030035. Serta bagi anda yang serius, hanya sampai tanggal 24 Maret, anda cukup berinvestasi Rp 1.750.000 (single) atau Rp 3.000.000 (double). 

Kami tunggu kehadiran anda. Semoga perbekalan pada workshop ini adalah fasilitas yang tepat untuk menjemput pernikahan anda yang harmonis. Selamat berjumpa dengan kami di event ini. Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Jumat, 15 Februari 2013

Siap Hamil atau tidak?

4komentar


Seolah waktu berjalan sangat cepat sekali. Rasanya baru ‘kemarin sore’ saya jalan-jalan di salah satu took perlengkapan bayi waktu berusia sekitar 4-5 tahun, nemenin ibuku untuk membeli persiapan adikku. Jadi, saat tempo hari belanja untuk keperluan dede bayi, antara percaya gak percaya, rasanya nano-nano banget, masih selah gak percaya, tp kebahagiaan menyambut si kecil untuk hadir di dunia ini pun tentu saya rasakan. Gak nyangka, akan jadi seorang ayah di usia semuda ini :)

Memang, di satu sisi ada ketakutan tersendiri bagiku untuk menjadi seorang ayah, karena memang ZERO EXPERIENCE. ini pertama kalinya bagiku menjadi seorang ayah. Takut gak beres ngebesarinnya, takut kalo capek di tengah jalan, dan bermacam ketakutan lainnya. Tapi, di satu sisi saya jg gak sabar pengen si kecil cepet lahir aja deh! hhehe. Rasanya akan meramaikan suasana hidupku :)

Teringat tujuh bulan yang lalu, saat istriku melakukan test pack dan hasilnya positif, Alhamdulillah Allah berikan kegembiraan dalam dada ini. Betapa gak nyangkanya diriku  akan menjadi ayah dalam waktu dekat. Meski saat itu fu masih deg-degan dan masih gak percaya, saya seneng utk memotivasi istriku bahwa sebentar lagi kita kan menjadi ortu muda. hehe

Hanya saja, satu hal yang cukup membuat kami bersedih adalah saat melihat data studi dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) di 12 kota dari tahun 2000-2011 menunjukkan bahwa 73 - 85 % wanita yang ingin lakukan aborsi adalah wanita yg sudah menikah karena kegagalan kontrasepsi. Kami sempet ngeri, karena kami mengetahui bahwa janin sudah betul-betul tertiup ruh. Mungkin karena kami sempat lihat langsung di lapangan tentang membantu proses kelahiran (karena kebetulan saya belajar di kedokteran sementara istri di kebidanan), serta sempat mempelajari bagaimana aborsi itu. Jadinya, sedih luar biasa saat kami melihat data di atas. Kok banyak yang tega sekali membunuh anak yang dikandungnya sendiri? Saya justru ingin anak saya yang berada dalam kandungan fu terlahir dan membawa warna baru dalam kehidupan keluarga kami.

Memang sebuah kenyataan bahwa tak sedikit pasangan suami-istri yang ingin menunda memiliki anak, sehingga bila mereka 'gak sengaja' hamil, inilah yang dinamakan unwanted pregnancy, atau kehamilan yang tidak diinginkan. Hanya saja, bila sudah hamil, apakah itu sebuah keputusan bijak untuk melakukan pembunuhan? 

Pada umumnya, unwanted pregnancy bisa dicegah bila suami-istri sama-sama komitmen dan melakukan perencanaan, dan juga dengan melakukan kontrasepsi yang tepat. Kenapa komitmen? Pastinya untuk saling support satu sama lain. Bila ingin ditunda tentu gak masalah, bila ingin langsung hamil juga gak masalah, yg penting ini perlu perencanaan. dan kebanyakan pasutri muda lalai melakukan perencanaan ini baik saat pranikah maupun awal-awal nikahnya. Sedih...

Bagaimana dengan kami? Kami semula berencana menunda kehamilan selama satu tahun dengan metode kontrasepsi alami, dan itu berhasil. Hanya saja, pada 3 bulan pernikahan kami, kami berubah pikiran ingin miliki anak. Karena itu, kami dianugerahi kebahagiaan dalam menjemput nafkah dan menyambut si kecil di hadapan kami.

Hanya saja, banyak sekali klien yang kami temui bermasalah di perencanaan kehamilan ini. Ada yang udah ingin hamil, namun belum jua Allah berikan. Ada yang ingin menunda, namun jadinya unwanted pregnancy. Kejadian di depan mata ini membuat kami tergugah untuk membantu sahabat sekalian untuk melakukan persiapan kehamilan pada seminar 'Self-Preparation for Marrieage' tgl 17 Februari besok jam 08.30 - 15.00 di Hotel Newton, Jln Martadinata Bandung. Apa yang akan anda dapatkan manfaatnya?

  • Melakukan persiapan kehamilan dengan tepat
  • Mempersiapkan fisik mental hati untuk pernikahan dan kehamilan
  • Persiapan sex secara islami
  • Beda otak pria dan wanita tuk mengetahui pola komunikasi dan kebutuhan agar pernikahan harmonis
  • Perjuangan awal-awal pernikahan memupuk pernikahan harmonis selama tahun-tahun ke depannya
  • Menjaga kesehatan reproduksi pria dan wanita
  • Mengatasi pre-marriage syndrom

Dengan manfaat-manfaat yg bisa anda praktekkan untuk kehidupan pernikahan anda ke depannya, anda cukup berinvestasi Rp 250.000. Anda pun mendapatkan:

  • Seminar kit
  • Voucher Check Up Kesehatan Pranikah dari ProMedika Lab senilai Rp 300.000
  • Kesempatan mendapatkan voucher senilai Rp 1.000.000 dari Atha Islamic Wedding Organizer
  • Free Gathering komunitas 'Menikah itu Mudah' 1x/bulan senilai Rp 200.000 tiap pertemuannya

InsyaAllah banyak manfaat yang kan anda dapatkan kan? dan hanya bagi anda yang serius, pendaftaran bisa ke Shella 081802030035 dan khusus hari ini, investasi tiket cukup Rp 160.000/orang saja dan hanya berlaku pada hari Jumat 15 Februari 2013, ditutup pada jam 23.59. 10 orang pendaftar tercepat dari hari ini, kan kami berikan Free Book karangan Fu 'Surat Cinta untuk Ia yang Istimewa' senilai Rp 50.000 :)

Kami tunggu ya. Sampai berjumpa pada seminar besok tanggal 17 Februari 2013 :)

Kesiapan adalah perpaduan harmonis antara pekerjaan akal, hati, dan anggota tubuh. Tidaklah seseorang dikatakan siap melakukan sesuatu sebelum akal, hati, dan anggota tubuhnya menyatakan kesanggupan.  -Cahyadi Takariawan-

Jumat, 26 Oktober 2012

Nafkah yang terlupakan...

1 komentar
Sudah menjadi rahasia umum bahwa tugas utama seorang suami adalah mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya, sehingga menjadi sebuah ketakutan tersendiri bagi mereka-mereka yang belum menikah untuk menikah. Takut bagaimana kelak menghidupi anak istri, karena konon cinta tak bisa untuk dimakan. 

Begitu pun halnya dengan ia yang sudah menikah, masalah nafkah seringkali menjadi sumber pertengkaran banyak keluarga. Bahkan pada tahun 2010, 67.891 pasutri di Indonesia memilih untuk bercerai karena masalah ekonomi. Ternyata dan tentunya, masalah nafkah memang sangat penting dalam menjaga keharmonisa rumah tangga.

Namun, apakah keluarga yang memiliki penghasilan milyaran bisa dipastikan keluarganya harmonis? Ooh ternyata belum tentu...

Ada keluarga yang secara ekonomi pas-pasan namun bisa tetap menjaga keharmonisan keluarga, ada juga keluarga yang secara ekonomi berlimpah pun bisa menjaga keharmonisan keluarga. Loh, kok bisa?

Ternyata kuncinya ada pada satu jenis nafkah yang boleh jadi sering terlupa sama kita semua, nafkah cinta...

Betapa istri merasa menjadi 'janda' meski setiap hari diberi nafkah makan dan uang, namun jarang sekali tersentuh emosional, karena lebih sering kencan dengan pekerjaan...
Betapa anak merasa jadi 'yatim piatu' meski sedari kecil diberi makan, disekolahkan sampai perguruan tinggi, namun anak kesepian secara emosional karena keduanya terlampau sibuk untuk mencari materi...

Gawat bila pasangan kita hanya merasakan kita sebagai sosok ATM yang hanya memberi uang namun tak merasakan sosok kita sebagai seorang sahabat, seorang partner hidup, seorang kekasih, seorang pelindung, dari diri kita sendiri. Yang paling gawat apabila sosok-sosok tersebut ia rasakan dari orang lain, apa yang akan terjadi? 

Begitu juga bila anak kita tak melihat sosok pelindung, sosok teladan dalam diri kita. Sedang sosok pelindung justru didapatkan dari temannya? Waduh, pintu menuju pergaulan bebas pun mulai terbuka...

Tak salah memang bila kita fokus mencari nafkah, mencari penghidupan yang layak untuk keluarga kita. Namun, jangan lupakan nafkah cinta. Karena mengurus keluarga tak seperti mengurus hewan piaraan, cukup hanya dengan diberi makan dan dibesarkan saja. Istri dan anak-anak kita pun adalah manusia yang sangat butuh nafkah cinta dari kita...

Bila sudah lama tak berekspresi cinta pada pasanganmu dan anakmu, maka ekspresikanlah...

Bila masih meragu menikah karena masalah mapan, ketahuilah bahwa pondasi nikah berupa mapan sangat rapuh. Memang kita gak bisa makan cinta, namun apabila benar-benar cinta, tentunya kita takkan biarkan pasangan kita kelaparan...

Maka, mari berkaca dengan kondisi keluarga kita, sudahkah betul-betul membawa ketenangan dan kedamaian hati atau justru sebaliknya? Sudahkah kita betul-betul optimal memberi nafkah yang terlupakan itu?

Jumat, 12 Oktober 2012

Berbisnis dari Hati

0komentar
Betulkah tak ada ruang kemanusiaan sama sekali dalam berbisnis?

Hal yang begitu banyak terpikirkan dalam benak kebanyakan orang, termasuk saya beberapa tahun sebelumnya bahwa bisnis itu jahat, bisnis itu PASTI diperbudak sama uang, alias money-oriented selalu, bahkan saking jahatnya, saya pernah men-cap sangat rendah bahwa bisnis itu gak manusiawi, karena seolah semua buta oleh uang.

Hanya saja, betulkah yang namanya pelaku bisnis hanya kejar uang?

Perjalananku beberapa tahun terakhir ini membuka mata saya bahwa bisnis bisa jadi sumber kebaikan, bisa jadi sumber kejahatan, tergantung PELAKU BISNISnya. Bila si pebisnis ini hanya mengincar profit, boleh jadi bisnisnya bisa bawa kehancuran bagi sekelilingnya. Namun, bila sang pebisnis berbisnis untuk BERIBADAH bantu orang lain, insyaAllah hal ini membawa kebaikan yang luar biasa. Semua memang kembali pada NIAT.

Loh, berbisnis bantu orang lain memang seperti apa?

Untuk meminum air kelapa segar, tentu akan lebih mudah bila air kelapa sudah tersedia pada penjualnya, daripada kita harus manjat sendiri, petik sendiri, ambil sendiri, 'kupas' sendiri. Pedagang kelapa, disadari atau tidak, sebetulnya telah membantu kita dalam proses mempersiapkan air kelapa yang begitu menyegarkan untuk dihirup. Maka, sebagai bentuk apresiasi kita kepada pedagang kelapa tersebut, kita berikan upahnya...

Begitu pun sama halnya ketika kita membeli beras di supermarket, kita sangat terbantu oleh bermacam pihak, seperti petani, jasa angkutan, dan bermacam hal lainnya. Maka dalam hal itu, wajar bila kita memberi apresiasi berupa upah harga yang harus dibayar. Justru, betapa kurang ajarnya bila kita memiliki mental GRATISAN, seenak udel minta gratis namun sama sekali tanpa memikirkan jasa begitu banyak orang yang telah berjuang membantunya. BUANG mental gratisan pada tempatnya, hanya terima gratis jika penyedia barang/jasa dengan ikhlas betul2 mau digratiskan...

Maka, dalam pandangan saya, berbisnis itu sama saja dengan tebar manfaat. Bila begitu banyak mereka yang berjualan baso tikus + borax, tentunya bila kamu buka bisnis baso yang betul-betul sehat tanpa borax, baso tikus, dan bermacam zat berbahaya lainnya, itu saja sudah membantu banyak orang untuk mendapatkan baso yang sehat, kan?

Maka, apakah yang namanya bisnis PASTI money-oriented?

Ooh tidak selalu, itu semua tergantung kembali pada orangnya. Memang sih, ada pebisnis yang betul-betul mengincar profit semata. Jualan obat secara buta ke banyak pasien demi rumah, jualan susu formula ke banyak ibu2 menyusui demi mendapat mobil, 'memaksa' operasi caesar kepada ibu melahirkan yang sebetulnya tidak membutuhkan. Hal seperti ini sudah banyak yang melakukan. PASTIKAN yang melakukannya bukan kamu...

Justru, berbisnislah dengan hati. Berbisnis dengan niat untuk bantu orang lain. Entah kamu mau jadi makelar, atau apapun, pastikan selalu barang/jasa yang kamu jual membawa kebaikan bagi sekitar. Tentunya, me-marketing-kan barang/jasa tersebut berarti sama dengan me-marketing-kan kebaikan. Penulis buku yang me-marketing-kan bukunya, bila ia yakin bahwa bukunya banyak kebaikan di dalamnya, maka marketing-kan bukunya sendiri, agar kebaikan itu banyak meresap ke banyak orang. Seorang pedagang makanan, bila ia yakin bahwa makanannya begitu bergizi tinggi untuk menyehatkan banyak orang, maka JUAL kebaikan itu.

Bersiaplah jadi orang kaya, yang berbisnis dari hati. Serta bersiap untuk jadi orang yang berani kaya dan berani bertaqwa...

Jumat, 14 September 2012

uang, kaya, dan dokter

0komentar
Kayaknya, begitu banyak orang yang alergi akan uang dan kekayaan. Setiap ngintip blogwalking pada adik2 kelas yang 'idealis', seolah mereka memisahkan bahwa pengabdian 'haram' didekati dengan duit, meski ia memiliki mimpi untuk menyelenggarakan pengobatan gratis, rumah bersalin gratis, jasa dokter gratis, dan yaah intinya semua yang serba gratis. Yaah, entah mungkin banyak yang sudah muak dengan yang namanya uang, seolah uang adalah akar dari segala kejahatan.

Memang tak bisa disalahkan, boleh jadi karena input informasi yang kita terima, segala sesuatu yang berhubungan dengan uang pastilah sesuatu hal yang bersifgat negatif, sebutlah korupsi, suap, dan lain semacamnya, yang membuat kita secara sadar ataupun tak sadar menanamkan dalam pikiran bawah sadar bahwa uang adalah akar dari segala kejahatan. betulkah?

Ketika kita menanamkan mindset ini, siapa sih yang mau jadi jahat? Otomatis sama yang namanya bisnislah, sama yang namanya jualanlah, sama yang namanya duitlah, udah suudzon duluan. bakal dideketin? ya gak bakal kan? Walhasil apa? Sebagai mahasiswa, hanya mampu mencaci uang, kekayaan, dan bisnis padahal hidup sudah masuk ranah kemiskinan. Ya, gak salah baca. Mahasiswa, yang cuma belajar, belajar, dan belajar tanpa adanya kemandirian finansial alias minta duit dari ortu terus sebeulnya adalah mahasiswa yang miskin. Begitu pula dengan mahasiswa yang cuma main, main, main dan main tanpa usaha cari kemandirian finansial sama memalukan. Lebih memalukan, pacaran terus ngabisin duit, eh duitnya yang diabisin duit ortu lagi, super memalukan!

Lucunya, aslinya memang miskin, tapi ngaku-ngakunya hidup sederhana. Padahal kalo dibilang usaha? Belum tentu juga. Malah males, malah cacimaki mereka yang berjualan. Udah males untuk hidup mandiri, ngaku-ngakunya zuhud dan qana'ah pula! haduuh memalukan. Udah tahu kuliah mahal, tapi sama sekali gak bantu ringanin ortu dengan usaha sendiri cari duit. Memalukan!

Bila memang selama ini kita selalu melihat orang kaya yang sombong + tukang korup. Adakah orang kaya yang hidupnya sederhana? Adakah orang kaya yang memanfaatkan kekayaanny untuk banyak orang? Ooh banyaak banget.

Kalo orang miskin hanya mampu teriak-teriak menyerukan semangatnya untuk penolakan rencana pengeboman Mesjid Aqsa, namun mesjid deket rumahnya mau ambruk tak bisa diselamatkan karena kekurangan dana. Maka orang kaya mampu beribadah untuk memberikan sokongan dana pada mesjid deket rumahnya dan bahkan pada Mesjid Aqsa, kan?

Dokter miskin, begitu didekati oleh perusahaan farmasi dengan iming-iming bonus umroh, rumah, mobil ya jelas bakal tergiur! Dokter kaya? Ya jelas gak bakal tergiur dengan hal-hal seperti itu.

Dokter miskin bisa bantu sumbangkan tenaganya untuk pengobatan gratis. Dokter kaya? Bisa bantu sumbang tenaga dan dana dong!

Dokter miskin, gak dibayar jasanya langsung panas dingin. Dokter kaya? Lebih ikhlas kalo gak dibayar sama sekali jasanya, bahkan bisa bayarin obatnya bagi pasien tak mampu.

Dokter miskin kerjanya pasti berharap banyak orang yang sakit untuk penuhi kehidupannya. Apa beda dengan tukang tambal ban yang naro paku di jalanan agar ada 'klien'?

Dokter kaya kan selalu berharap sangat sedikit orang yang sakit, dan lebih senang untuk membuka 'rumah sehat' daripada 'rumah sakit' toh? Kalaulah rumah sakit pun dibutuhkan, dokter kaya memiliki kemungkinan lebih tuk beramal membangun rumah sakit di daerah terpencil daripada dokter miskin.

maka, kata siapa menjadi pengusaha itu buruk? Kata siapa uang adalah akar dari segala kejahatan? yang jadi akar kejahatan justru adalah ORANGNYA. Pastikan bila kekayaan ada padamu, kekayaan menjadi manfaat, bukan mudharat.Pengusaha pun salah satu bentuk ibadah yang luar biasa bila diletakkan pada tempatnya.

Jadilah kaya, pertanggungjawabkan aliran kekayaan itu, darimana asalnya yang halal, dan digunakan untuk apa. kalo kamu belum menemukan orang kaya yang sederhana, jadilah orang kaya sederhana, rendah hati, dan dermawan yang pertama kali yang kau temukan. Gampang toh?

Sekarang apa yang mesti kamu lakukan? Yah, daripada tersinggung mending usaha toh? Tersinggung gak bikin kaya. Usaha insyaAllah mengkayakan. Karena bagi saya, usaha itu tebar manfaat. Bayangkan saat diharuskan untuk masuk kuliah/kerja jam 7 pagi, dan ada sobat kita yang jualan nasi kuning, oooh orang itu sungguh berpahala luar biasa karena telah membantu menyediakan penganan untuk sarapan pada hari itu.

Maka sekali lagi, usaha itu sejatinya adalah proses tebar manfaat. Dari proses tebar manfaat tersebut kamu dapat hak berupa uang salah satunya, dan kemudian kemana uang itu beredar (entah kebaikan atau kejahatan) itu semua kembali terserah padamu. Ayo usaha, ringankan beban finansial ortu, jadi kaya dan tebar manfaat seluas-luasnya, mulai dari SEKARANG

'Andaikan kemiskinan berwujud manusia, maka aku kan membunuhnya!' -Khalifah Ali bin Abi Thalib
 

Ikhsanun Kamil Pratama © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates