Selasa, 04 Januari 2011

replay #3

1 Januari 2011

Tanggal ini merupakan tanggal yang sangat bersejarah bagiku. Sebuah kenangan pahit yang ingin kututup rapat-rapat dalam kotak Pandora. Sebuah kenangan yang ‘dulu’ terjadi antara aku dan ibuku tersayang. Aku betul-betul sangat menyayanginya, sang ratu dalam hatiku.

Entahlah, diriku selalu berubah menjadi seorang yang melankolis begitu mengingatnya, apalagi bertemu dengannya. Walaupun memang, aku adalah orang yang sangat suslit untuk menampilkan perasaan ini. Sungguh tidak sebanding dengannya, yang dimana derap cinta dan kasih selalu diperlihatkannya padaku. Bahkan, saat ayah telah tiada pun, dan memang akulah anak lelaki satu-satunya, aku tak mampu untuk mengekspresikan cintaku padanya. Biarlah, yang penting cinta di hati ini takkan pernah padam akan apapun.

Namun, harus terjadi kembali untuk kedua kalinya bagiku. Betapa perih yang kurasa, pilu yang kuderita. Sesak menerjang dadaku. Buliran tangis pun tak mampu tuk kubendung. Pada hari ini, pukul 01.00 WIB, ibu telah kembali ke pangkuan-Nya, diiringi oleh riuh gemuruh terompet awal tahun baru. Mungkin, suasana tahun baru ini merupakan perayaan kematian ibuku. Sekaligus, perayaan akan keberhasilanku untuk mengucapkan ‘aku sayang dirimu, ibu. Aku sangat sayang dirimu……’

SYUUUT….. JELEGEEER

Suara kembang api itu begitu terdengar di rumah sakit tempat Ibuku wafat, tepat setelah aku mengucap cinta kepadanya. Selamat Dimas, 2011 adalah perayaan ekspresi cinta pada ibumu, pikirku. Entahlah, begitu mudahnya aku mengucap cinta pada Bilqis, istriku di kehidupan pertama, namun sungguh sulit untuk mengungkap cinta pada ibu. Apakah karena sebetulnya aku tak mencintainya? Atau, karena cintaku padanya terlalu besar sehingga sulit untuk kuungkapkan? Aku sangat berharap opsi yang kedua. Namun, aku tak mampu tuk berharap banyak.

Siangnya, Ibu akhirnya dikebumikan.


**

Tak tentu apa perasaanku saat ini. Sungguh, aku lupa bahwa aku telah kembali pada usia 20 tahun. Dan sungguh, karena aku cukup syok akan kondisi ‘kehidupan ketiga’ku, aku banyak melupakan hal yang sangat penting. Atau bisa diterjemahkan, aku betul-betul lupa akan keluargaku. Aku lupa akan kematian ibuku.

Sejak kehidupan ketigaku dimulai, jujur, aku betul-betul hanya menjadi kura-kura yang bersembunyi dalam kamar kosanku. Ketokan tetangga pun tak kuhiraukan. Hanya telepon saja yang tak bisa kuelak. Dan sungguh kaget aku saat Karin, adikku, menghubungiku tentang ibuku yang mendapat serangan jantung pada sorenya. Kontan, aku sangat kaget dan melesat langung menuju rumah sakit.

Namun, kedatanganku tak berarti apa jua. Lagi-lagi, untuk kedua kalinya aku kehilangan orang yang kusayang, Manusia yang sangat berharga untukku telah tiada, dan bayangkanlah, hal ini terjadi dua kali kepadaku.

**

2 Januari 2011

Entahlah, rasa apa yang menderapku hari ini. Sungguh, aku tak mampu menjelaskannya. Apakah mungkin karena syok? Padahal, aku merupakan dokter spesialis jantung. Apakah, di kehidupan keempatku kelak aku mampu untuk menyelamatkannya?

Apakah, hari ini juga perlu bagiku untuk kembali menjalani kehidupan keempat? Pikiran ini mengalir sebagai arus listrik otakku.

Atau, apa mungkin aku iri kepada ibuku. Betapa ‘nyamannya’ dia beristirahat dengan tenang. Betapa rindunya aku akan kematian. Betapa tak ingin kujalani hidup berulang kali.

Pada keheningan malam, kembali aku bermesraan dengan-Nya. Berharap eagar ibuku selalu tenang berada di sisi-Nya. Tak lupa, aku pun berdoa, untuk terlepas dari kutukan kehidupan berulang ini. Ya, aku pun mendoakan kematian untukku.

Apa yang akan kau lakukan bila kau mampu hidup berulang kali?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ikhsanun Kamil Pratama © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates