Selasa, 05 Oktober 2010

Sebuah Nama Untukmu

Bismillahirrahmaanirrahiim

Anakku sayang,

Saat ini memang engkau belum pentas di muka bumi ini. Dan entah berapa tahun kemudian engkau hadir di dunia ini. Bila Tuhan mengijinkan, kuingin engkau berada dalam peluk timangku sambil terbata-bata mengucapkan ‘Ayah’ atau ‘Papa’. Tak lupa pula engkau kembangkan senyum manismu kepada ayahmu. Senyum manis yang dapat menghilangkan beban pikir dalam benakku.

Anakku sayang,

Ngomong-ngomong, ayah belum memiliki rancangan gelar yang akan kau sandang. sebuah gelar yang tersimpan doa dan harapan di dalamnya. Sebuah gelar yang akan menjadi semangat hidupmu. Sebuah gelar yang akan mewarnai esensi kehidupanmu ke depannya. Ya, ayah belum memiliki sebuah nama untuk diwariskan kepadamu, nak. Sungguh, ayah malu.

Apa engkau tidak penasaran dengan nama ayah, nak?? Makna nama ayah cukup berat, nak. Yaitu ‘Kebaikan Yang Sempurna’. Bagaimana mungkin seorang manusia memiliki sebuah kebaikan yang sempurna?? Sungguh mustahil bukan nak??

Berbeda jauh dengan makna gelarku, ayah malah tidak memiliki semangat ‘kebaikan’ itu. Seringkali, ayah menyusahkan ibuku, nenekmu. Bahkan semenjak ayah masih berada dalam kandungan nenek.

Bayangkan saja nak, ayahmu berada 9 bulan dalam kandungan nenekmu. Cukup merepotkan bukan?? Terutama saat-saat menjelang kelahiran ayah.

Pada tanggal 30 April 1990 pagi, nenekmu masuk rumah sakit karena sudah bukaan 3. Masa-masa di mana ayah akan ‘terjun’ ke dunia ini. Dokter kandungan telah memperkirakan bahwa kelahiran akan terjadi sore harinya. Namun kenyataan berkata lain. Nenekmu tetap dalam kondisi bukaan 3 sampai tanggal 1 Mei 1990 paginya.

Mulailah sang dokter kandungan memberikan induksi Oxytocin untuk memperkuat kontraksi rahim. Namun entah mengapa, kondisi nenekmu saat itu tetap bukaan 3!! Karena kondisi yang terlampau lama, terjadilah pendarahan yang cukup banyak, sehingga kondisi jantung nenekmu melemah. Saat itu, ayah membahayakan nyawa nenekmu, nak.

Selidik-selidik, ternyata saat itu badan ayahmu cukup besar nak, sehingga menyebabkan kondisi dystocia, yaitu kondisi di mana ayah sulit untuk dilahirkan. Maka, nenekmu dengan segera dibawa menuju ruang bedah. Bayangkan nak. Ruang bedah!! Bukan ruang persalinan. Pasukan medis pun terdiri dari dokter kandungan, dokter penyakit dalam, dokter anak, dan dua bidan.

Dengan dipantaunya jantung nenekmu oleh dokter penyakit dalam, para bidan kemudian mendorong perut nenek, sedangkan kepala ayah saat itu di-vakum. Namun sayang, usaha vakum gagal. Ayah masih nyangkut di dalam rahim. Usaha kedua pun dilakukan dengan cara yang sama. Namun lagi-lagi tidak membuahkan hasil. Para pasukan medis pun mungkin sedikit putus asa di sana. Namun yang lebih menyedihkan, nenekmu semakin lemas di ranjang bedah.

Usaha ketiga pun akhirnya dilakukan. Dengan vakum bertenaga maksimum serta dorongan maksimum dari para bidan, akhirnya ayah terlahir ke dunia ini dengan selamat. Bayangkan nak, betapa ayah sungguh merepotkan nenekmu dulu, 20 tahun silam.

Tidak sampai situ, karena kondisi ayah yang kurang baik saat itu,setelah lahir ayah langsung diinkubasi selama 3 hari. Saat itu nenekmu belum sempat sekalipun melihat muka ayah karena kehabisan darah. 4 hari setelah melahirkan, barulah nenekmu berkesempatan untuk melihat dan menggendong ayah yang masih mungil ini.

Perjuangan yang sangat berat, perjuangan yang tiap detiknya mempertaruhkan nyawa, hanya demi melahirkan seseorang seperti ayah. Siapa ayah saat itu?? Bukanlah siapa pun. Hanya seseorang yang hanya bisa menangis merengek untuk kebutuhan hidupnya. Hanya ‘demi’ makhluk lemah seperti itu, nenekmu bertaruh nyawa. Mungkin seumur hidupnya, ayahmulah orang pertama yang membuatnya sekarat.

Nama bermakna ‘Kebaikan yang Sempurna’ pun disandangkan kepadaku sebagai wujud syukur kepada Allah SWT karena telah melewati perjuangan yang luar biasa. Nama yang sangat berat bagi ayah, karena tidaklah mungkin seorang manusia mencapai kesempurnaan. Namun, di balik beban itu, tersimpan sebuah harapan dan doa. Ayah diharapkan untuk senantiasa menebar manfaat kepada sekitar, senantiasa menerapkan konsep Rahmatan lil ‘aalaamin dalam setiap alunan waktu ayah. Dan semangat untuk senantiasa kucari, kukejar, dan kugenggam makna sejati dari ‘Kebaikan yang Sempurna’.

Karena itulah nak, ayah sangat malu malam ini, saat ayah menulis surat ini. Malu karena ayah belum memiliki semangat untuk dialirkan kepadamu. Malu karena ayah merasa belum siap untuk menjadi ayah yang terbaik bagimu. Belum siap diri ini untuk mencetak manusia yang jauh lebih baik daripada ayah. Tapi ayah tetap menginginkan kehadiranmu. Mari kita sama-sama kuat dengan menguatkan, tumbuh dengan menumbuhkan, dan maju dengan memajukan, nak.

Tunggulah saatnya. Saat engkau hadir di dunia ini dengan senyum indahmu, kupastikan engkau mendapat nama terindah yang maknanya akan mengisi setiap hirup napasmu. Kan kuberikan engkau sebuah nama terindah kristalisasi hati dan jiwa ayah. Sebuah nama terindah dari hati yang tak mati.

Jatinangor, 5 Oktober 2010

Ayahmu,

Ikhsanun Kamil Pratama


http://azkamadihah.wordpress.com/2010/lomba-surat

3 komentar:

Anonim mengatakan...

"like this very much"
do'a yg terpanjatkan di sepanjang "hidupmu" .....
tak terhalang batas nafas
hanya Dia yg menjadi pembatas kesempurnaan bagimu, chanun ....
sukses yaaa

Anonim mengatakan...

one word: beautiful! :)

nuwi mengatakan...

speechless......bikin mata berkaca2......:')

Posting Komentar

 

Ikhsanun Kamil Pratama © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates