Selasa, 30 November 2010

penyakit yang terabaikan

0komentar

Penyakit yang terabaikan? Ataukah mungkin penyakit yang sengaja diabaikan?? Apapun itu, kondisi inilah yang terjadi pada dunia kita dewasa ini. Memang harus kita sadari betul-betul bahwa jumlah penyakit yang telah lahir ke seluruh dunia ini sangat banyak, sehingga mau tidak mau ada beberapa penyakit yang terpaksa untuk diabaikan. Namun mirisnya, ketidakpekaan sosial pun memang turut menyumbang akan keterabaian beberapa penyakit. Dan masalah ini tidak hanya masalah yang perlu dituntaskan ahli medis saja, tapi ini adalah masalah multi-faktor, karena masalah ini pun tidak hanya berdampak kepada dimensi kesehatan saja.

Penyakit yang terabaikan ini seringkali terjadi pada komunitas orang miskin. Maka mungkin lebih cocok disebut sebagai penyakit orang miskin. Penyakit orang miskin ini kebanyakan tergolong sebagai penyakit iklim tropis. Maka otomatis, negara kita tercinta, Indonesia, memiliki sangat banyak penyakit-penyakit orang miskin ini. Pada umumnya, si penyakit miskin ini terjadi di area bersanitasi kurang baik, sumber air yang kurang sehat, dan atau daerah yang minim akan ketersediaan fasilitas kesehatan. Inilah beberapa contoh penyakit miskin tersebut:

· Malaria

· Filariasis

· Demam Berdarah Dengue

· Kolera

· Dan masih banyak lagi

Kenapa sih penyakit miskin ini bisa terabaikan? Untuk menjawab permasalahan ini, kita perlu membuka mata seholistik mungkin. Seperti yang telah penulis paparkan di atas bahwa saking banyaknya penyakit yang muncul di dunia ini, terkadang ini menjadi hal yang berat bagi kita untuk memberi perhatian kepada seluruh penyakit. Bahkan, untuk satu jenis penyakit saja, dibutuhkan banyak tenaga untuk concern terhadap penyakit tersebut. Sebutlah misalkan organisasi Syamsi Dhuha yang berfokus pada penyakit Lupus.

Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa faktor peka sosial pun merupakan faktor yang menunjang kelahiran penyakit miskin ini. Menurut http://www.genome.gov/27531964, terdapat tiga alasan utama kenapa penyakit miskin ini terabaikan:

overlooked by drug developers or by others instrumental in drug access, such as government officials, public health programs and the news media

usually do not affect people who live in the United States and other developed nations

do not cause dramatic outbreaks that kill large numbers of people

Menurut analisa penulis, alasan-alasan yang dikemukakan lebih bersifat egoistis. Akar permasalahannya adalah satu, tidak peka sosial.

Kalau anda simak berbagai bursa saham di internet atau di manapun, saham farmasi termasuk saham yang cukup menjanjikan. Fakta ini memberikan penulis kesimpulan bahwa kesehatan telah masuk ranah bisnis. Tentu saja, bila pelaku bisnis memiliki tujuan untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, penyakit miskin bukan merupakan hal yang menarik baginya. Mungkin ini pula salah satu sebabnya bahwa penelitian-penelitian penyakit orang miskin terasa kurang berkembang.

Lantas, apa yang bisa kita lakukan sekarang? Minimal peduli. Dan walaupun dalam sistem pembelajaran kita, kita seringkali dicekoki dengan peran dokter sebagai agen ‘kuratif’ dan ‘rehabilitatif’, sebaiknya kita juga perlu untuk memberi fokus peran kita ke depannya sebagai agen-agen ‘promotif’ dan ‘preventif’. Peran yang terasa masih minim dalam dunia kesehatan Indonesia saat ini.

Minggu, 21 November 2010

sahabat

0komentar
Saat pertama bertemu, kawan-kawan aku punya firasat
Bahwa pertemuan kita bukan sekedar isyarat
Dan itu terbukti, kawan-kawan, setelah perjuangan yang sarat
Pertemuan kita, bagiku, adalah berkat

Kita telah berjalan bersama, kawan-kawan, dalam ringan dan berat
Saling bertanggungan ketika lengah maupun taat
Mendukung dan mengingatkan, layaknya teman sejawat
Ada kalanya dalam langkah kita, aku merasa jenuh dan penat
Tapi melihat senyummu, kawan-kawan, aku kembali teringat
Bahwa aku tidak boleh menyia-nyiakan rahmat
Dari Tuha, yang membuatku mampu berikan manfaat
Kepada mereka yang membutuhkan dan mendapat
Bersama kalian, kawan-kawan, bersama hati-hati yang melihat
Dalam Pengabdian Kepada Masyarakat

Walau bagiku, pertemuan kita terlalu singkat
Aku berharap, kawan-kawan, untuk sekarang dan setiap saat
Kita kan selamanya menjadi sahabat

The Bocah Boy
PKM-11

Minggu, 07 November 2010

replay #1

0komentar

Waktu menunjukkan pukul 20.00. Seharusnya, malam ini menjadi malam yang membahagiakan bagiku. Karena, hari ini adalah hari ulang tahunku yang ke 40, 1 Mei 2030. Karena malam ini, adalah malam romantis yang hanya aku dan istriku tercinta miliki.

Namun kenapa begini?? Dadaku terasa berat. Sakit, teramat sakit. Serasa jantungku diremas dari dalam tubuhku. Mungkin, aku mengalami apa yang seorang dokter jantung, profesiku ini, sebut sebagai serangan jantung. Dan pada malam itu, yang kuingat hanyalah wajah istriku tercinta, Bilqis, yang dipenuhi oleh kecemasan dan air mata. Ingin sekali kuucapkan padanya bahwa aku sangat mencintainya sambil memoles air mata yang mengalir di pipinya. Namun, apa daya, tenagaku tak kuat untuk melakukan itu. Dan akhirnya, aku meninggal saat itu, meninggal di atas pangkuan sang istri tercinta. Bagai Rasulullah yang meninggal di pangkuan istrinya tercinta, Aisyah.

Ya, aku meninggal. Detak jantungku berhenti. Nafas pun tak kulakukan.

Namun mengapa aku ‘sadar’ tentang hal itu?? Mengapa aku sadar bahwa aku sudah tidak bernafas??

Aku terbangun di sebuah ruang yang gelap. Secara spontan, diriku mencari saklar untuk menyalakan lampu. Entah apakah aku bermimpi, aku merasa sangat kenal dengan kamar ini. Ya, ini adalah kamar kosanku, saat aku masih kuliah kedokteran sekitar 20 tahun silam. Buku-buku teks kedokteran bertebaran di lantai kamarku. Ya, kamar berantakan ini betul-betul menggambarkan kamar kosanku.

‘Sungguh, ini tidak lucu’, pikirku. Siapa yang berani mempermainkan aku sejauh ini?? Jelas ini bukan sebuah lelucon yang lucu. Di balik kebingunganku, aku berjalan menuju toilet, dan betapa terkejutnya aku begitu melewati sebuah cermin di depan toilet.

‘Apakah ini mimpi??’

Aku, ya itu aku. Ah, apa yang aneh dengan itu. Jelas dirikulah yang tampil di dalam cermin itu. Namun, anehnya. Wajah ini adalah wajahku saat aku berusia 20 tahun. Saat aku masih menjadi fase mahasiswa.

‘Ya Allah, apa yang terjadi padaku??’

Ketakutan menyelimuti tubuhku. Kuoanjatkan tahajud pada-Nya. Sungguh, mala mini menjadi malam yang menyeramkan bagiku.

‘Apakah…… Aku hidup kembali??’

**

Subuh pun tiba. Kondisiku masih seperti semalam. Ketakutan meliputi tubuhku. Tiba-tiba ada ketukan yang mengagetkan diriku. Ketukan itu, 20 tahun lalu, selalu ada setiap pagi, untuk selalu mengajak shalat subuh berjama’ah. Ya, Dino-lah yang biasa melakukan itu tiap subuh. Maka, kubuka pintu kamarku. Memang, cukup kaget tapi kangen juga melihat muka Dino yang berusia 20 tahun itu, serasa reuni yang sangat panjang. Dialah salah satu teman akrabku.

‘Ayo bos, yuk subuh’, ajaknya.

‘Eh, siap Din. Gua ambil wudhu dulu ya’.

‘oke, gua tungu depan yak. Eh lo sakit, Mas?’. Mungkin ia heran dengan mukaku yang masih mengalami shock ini.

‘gak papa Din. Gua gak papa kok. Nuhun y bos’.

‘If you have any problem, langsung aja ngomong ke gua yak. Yuk, subuh, seenggaknya bisa ngurangin keriput di muka lo. Haha’.

**

Ya, ini bukan mimpi. Pagi pun dengan semangat yang seadanya aku segera bersiap untuk berangkat menuju kampus. Kembali mempelajari sesuatu yang, sepertinya, telah kukuasai di kehidupan sebelumnya. Hari ini menunjukkan tanggal 29 November 2010. Kusiapkan dompet dan ternyata memang ada sebuah KTM bernama Dimas Irmansyah, namaku, yang masih tercatat sebagaii mahasiswa FK X.

Di dunia ini, aku merasa sendirian, meskipun aku sangat mengenal orang-orang sekitarku. Aku kangen pada Bilqis, istriku. Yang selalu menjadi penyejuk saat hatiku mongering. Yang selalu menghangatkanku bak matahari saat jiwaku dingin. Yang terdapat sejuta pesona sedalam palung. Yang senantiasa memberikan sinar indah bak bintang pada batinku. Sungguh, aku sangat ingin bersamanya sekarang. Aku cinta padamu, Bilqis. Namun apadaya, bintangku telah jatuh entah kemana.

Aku telah sampai di kampusku. Ya, di sinilah tempatku memulai kehidupanku yang, nantinya, sebagai seorang dokter. Semangat pun masih tidak terkumpul. Dengan langkah gontai, aku pun menuju ke ruang tutorial, karena memang sekaranglah saatnya tutorial. Entahlah hari ini pelajaran tentang apa, sistem organ apa yang saat ini sedang kubahas, aku tidak ingat tentang itu. Dan aku pun tak mau tahu tentang itu.

Aku tetap berada dalam kesendirianku walaupun teman-teman tutorku telah berdatangan. Aku tak ingat siapa saja orang-orang di kelompok ini. Namun aku masih ingat beberapa orang yang menyapaku, Cakra, Desi, dan kebetulan Dino juga sekelompok denganku. Namun tetap, aku tenggelam dalam duniaku sendiri. Masih terheran-heran akan apa yang telah kualami.

‘Bukankah aku telah mati?’

Kemudian, sesaat sebelum dimulai aktivitas tutorial hari ini, aku sedikit dikagetkan oleh ketokan pintu. Ya, ada satu orang yang terlambat 5 menit. Cukup kaget aku melihat sosok di balik pintu itu.

Seorang wanita, yang menggunakan kain kudung hitam sampai dadanya,rok lebar, membawa tas ransel di pundaknya. Dan bisakah kau tebak siapa dia??

Ya, dia Bilqis. Istriku di kehidupan sebelumnya, istriku ‘kemarin’, atau bolehlah disebut istriku di ‘masa depan’. Istri yang sangat kucinta, kini berada di hadapanku. Dengan wujud berusia 20 tahun. Sang bintang hidupku.

‘Bil…. Bilqis??’, ucapku.

Secara spontan aku pun mendekap dia erat-erat.

‘Sayangku, sungguh aku sangat kangen padamu. Aku kesepian di sini. Sungguh, sungguh aku butuh….’

PLAAAAKKKK

Tamparan keras mendarat pada pipiku. Tamparan yang kudapatkan dari istriku, yang sebelumnya tak pernah ia lakukan ini padaku.

‘KAMU APA-APAAN, DIMAAAS??’. Teriaknya sembari marah padaku. Dan pipinya pun berlumuran air mata.

‘AKU BENCI KAMUU’. Kata sang bintangku sembari keluar dari ruang tutor.

Ya, ‘saat ini’ aku memang bukan siapa-siapa baginya. Aku hanyalah suaminya ‘kemarin’. Dan aku adalah pria beruntung yang ‘kemarin’ mendapat wanita seperti Bilqis, wanita yang tidak hanya supel dalam bergaul, namun pintar menjaga kehormatannya dalam bergaul. Wanita yang tidak berani dalam berpakaian, namun berani dalam mempertahankan kehormatannya. Wanita yang tidak hanya indah paras wajahnya, namun juga indah hatinya. Ya, itulah Bilqis. Wanita yang kuberikan komitmenku.

Sungguh, aku tidak sadar sama sekali bahwa ‘sekarang’ ia bukanlah istriku. Jujur, hanya rasa kangen yang amat sangat yang mendorongku untuk mendekapnya.

Semenjak kejadian itu, orang-orang di sekitarku tidak berani untuk mendekatiku. Julukan ‘maniak seks’ pun telah tercap di dalam diriku. Aah, aku tidak peduli akan pencitraan orang lain pada diriku.

Namun, Bilqis pun menganggapku demikian. Dia tidak mau menatap mukaku. Lari mencari jalan lain bila ia melihatku di seberang jalan. Kurasa, tindakannya wajar. Karena ialah korban dari tindakanku. Dan semenjak hari itu, mungkin sejarah telah berubah. Mungkin dia bukan lagi istriku di ‘masa depan’. Dan karena itu, aku telah kehilangan bintangku. Sepertinya, matahariku takkan kembali untuk kedua kalinya padaku.

‘Ya Allah, kenapa aku dibiarkan hidup lagi??’

To be continue


terinspirasi novel Replay

karangan Ken Grimwood

Selasa, 02 November 2010

apakah ini masih 'saya'

0komentar
Sebetulnya siapa ‘saya’??
Apakah sesuatu yang disebut ‘saya’ adalah tubuh dan jiwa ini secara keseluruhan??
Seluruh tubuh, dari ujung rambut, sampai ujung kaki
Adalah saya??

Bilamana..
Kakiku diharuskan untuk diamputasi..
Apakah kakiku masih berperan sebagai ‘saya’?

Bilamana…
Ada suatu kondisi yang menyebabkan
Tanganmu terputus dari batang tubuhku
Apakah tangan itu masih berupa ‘saya’?

Bilamana..
Ada kondisi yang mengharuskan saya
Untuk mengganti jantung ini dengan jantung buatan
Apakah jantung yang tergantikan oleh yang buatan ini
Masih tergolong ‘saya’?

Lantas, ‘saya’ itu apa??
Apakah ‘saya’ hanya sebatas kesadaran yang berada di ‘balik’ batang otak’??
Tepatnya di daerah RAS batang otak.
Apakah ‘saya’ hanya sebatas batang otak??
Ooh, ataukah, lebih tepatnya, ‘saya’ sebatas RAS batang otak??

Lantas, saat RAS saya rusak
‘saya’ menghilang?

Ternyata
‘saya’ bukanlah jantung saya
‘saya’ bukanlah paru-paru saya
‘saya’ bukanlah kaki saya

Tepatnya
Organ tubuhku hanyalah pinjaman semata
Tiada yang kumiliki…
Termasuk kesadaranku…
Termasuk ‘saya’
‘saya’ hanyalah pinjaman
‘saya’ bukanlah ‘sesuatu’ yang memiliki
‘saya’ adalah ‘sesuatu’ yang dimiliki
Oleh Tuhan saya, kamu, dan kita semua
Oleh Tuhan Yang Maha Esa, Maha Perkasa
 

Ikhsanun Kamil Pratama © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates