Senin, 20 September 2010

Sekilas tentang Kedokteran Islam

Sebelumnya, saya ingin sedikit membahas tentang definisi ‘kedokteran islam’. Kalau boleh jujur, saya SANGAT TIDAK NYAMAN dengan terminologi ‘Kedokteran Islam’. Seolah mengesankan pembelajaran sains dan bentuk penerapannya tidak islami. Padahal bila kita lihat firman-Nya di QS Al-Isra : 44

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.

Seluruh makhluk-Nya bertasbih kepada-Nya. Artinya, sel-sel tubuh kita, reaksi biokimia dalam tubuh kita, struktural dan fungsional tubuh kita, kesemuanya sudah bisa kita bilang ‘islami’. Itulah ayat kauniyah-Nya. Adapun sains kedokteran yang terkuak oleh bermacam peneliti muslim maupun non-muslim adalah tafsir mereka terhadap ayat kauniyah-Nya. Meskipun, baik disadari oleh para peneliti itu atau tidak, sains yang kita nikmati sekarang merupakan bukti kekuasaan-Nya. Sudah cukup ‘islami’ bukan apa yang terjadi dalam tubuh kita?? Ini adalah alasan pertama kenapa saya kurang nyaman dengan istilah ‘kedokteran islam’ terlepas dari epistemologi aksiologi dan semacamnya.

Kemudian, yang menjadi kerancuan kedua adalah bahwa ‘kedokteran Islam’ satu ini cenderung menempel dengan ‘Thibbun Nabawi’ yang diberi embel-embel ‘pengobatan dari wahyu’ yang dampaknya adalah adanya pertentangan konsep ‘kedokteran Islam’ dengan ‘kedokteran modern’ yang kita pelajari di kampus. Mungkin secara real bisa kita lihat menjamurnya praktisi thibbun nabawi, yang dimana merupakan hasil dari dikotomi antara ‘kedokteran islam’ dan ‘kedokteran modern’.

Dalam buku ‘Pilih resep Nabi atau resep dokter?’, dr. Sunardi memaparkan bahwa Thibbun Nabawi ‘hanyalah’ hasil konfirmasi boleh tidaknya suatu zat untuk pengobatan dan bentuk rekomendasi saja. Salah satu contohnya adalah bekam. Bekam telah ada dan digunakan oleh bangsa Cina jauh sebelum kelahiran Rasulullah SAW. Kemudian beliau mengkonfirmasi tentang dibolehkannya metode ini.

Bukan berarti maksud saya untuk membuang jauh-jauh konsep thibbun nabawi dari ‘kedokteran islam’. Namun, menurut saya kedokteran islam itu campuran dari kedua konsep yang bertentangan itu. Kedokteran yang bermula dari penelitian alias kedokteran modern pun sudah cukup ‘islami’. Mari kita lihat beberapa ayat berikut ini

QS Al-Jatsiyaah (45) : 13

Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.

QS Adz-Dzariyaat (51) : 21

dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?

Dari dua ayat di atas saja JELAS Al-Quran telah memaparkan semangat penelitian merupakan semangat yang cukup islami dan Allah telah ‘menawarkan’ objek-objek penelitian semuanya di langit dan di bumi untuk kita eksplorasi dan kita manfaatkan.

Maka, kedokteran modern yang kita pelajari dan kita nikmati setiap hari di kampus merupakan kedokteran yang cukup islami. Inilah alasan kedua saya akan ketidaknyamanan istilah ‘kedokteran islam’. Bukankah secara tidak langsung istilah ini merupakan usaha sekulerisasi??

Maka bila ditanya ‘apa kegunaan kedokteran islam dalam menjawab tantangan era globalisasi?’ kurang tepat. Karena (1) kedokteran sudah ‘islami’, justru PR kita bersama untuk menyadarkan ini ke semuanya, (2) kedokteran itu sendirilah yang mengalami globalisasi, bukan instrumen untuk menjawab globalisasi. Justru, Al-Quran yang kita jadikan instrumen untuk menjawab globalisasi. Dalam hal ini, Al-Quran merupakan jawaban dari globalisasi kedokteran.

Disadari atau tidak, kedokteran zaman sekarang sangat bermasalah.

Salah satunya adalah saat pendidikan kedokteran di fakultas. Masalah yang sangat besar di sini adalah kurangnya peranan ilmu kedokteran di fakultas dalam meningkatkan keimanan siswanya. Padahal, bila sistem pembelajaran di fakultas di’satu napas’kan dengan Al-Quran, atau minimal dengan bentuk refleksi/renungan seperti ‘sungguh harmoni sekali reaksi biokimia dalam tubuhku Ya Allah. Sungguh indah harmoni antara anabolisme dan katabolisme. Tidak terbayang apabila Engkau tidak menyediakan anabolisme dalam tubuhku. Mungkin tubuhku telah terbakar menjadi abu. Maha Suci Engkau Ya Allah. Tanpamu, aku bukan apa-apa’, insya Allah keimanan calon dokter bertambah di sini. Keimanan ini akan membentuk akhlaqul Qurani seperti yang dicontohkan Rasulullah, yang tentunya dapat menjawab pertanyaan masyarakat tentang attitude seorang dokter. Karena sekali lagi, ilmu kedokteran adalah ilmu tauhid dan tiap tindakan atom dalam tubuh kita pun telah Allah janjikan hikmah yang luar biasa.

QS Al-Baqarah : 26

Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik,

Kemudian, permasalahan besar selanjutnya adalah adanya kesenjangan antara ‘medical as humanity’ dan ‘medical as science’. Misalkan, saya agak heran dengan pola perkembangan penelitian pengobatan suatu penyakit. Misalkan antara penyakit HIV dan malaria. Kenapa perkembangan pengobatan HIV sangat pesat yang sayangnya tidak sepesat untuk malaria?? Yang saya analisa adalah bahwa HIV kebanyakan telah menjadi ‘penyakit orang kaya’ sedangkan malaria hanyalah ‘penyakit orang miskin’. Mungkinkah penyakit orang miskin tidak menjanjikan dari segi ekonomi bagi para peneliti?? Ini adalah salah satu masalah besar karena para peneliti (dalam kasus ini) bekerja demi uang. Bagaimana bila para peneliti tersebut bekerja demi Allah?? Pastilah para peneliti ini setidaknya akan berusaha menjadi seorang khalifatu fil ‘ard. Al-Quran sekali lagi merupakan solusi dari permasalahan ini.

Intinya, Al-Quran akan menjawab globalisasi kedokteran secara sistemik. Al-Quran akan menjawab semua permasalahan yang sangat banyak terjadi. Masalah kompetensi dokter, penyediaan cadaver, hubungan dokter-pasien, bermacam aktivitas medis seperti stem cell,iPS (induced pluripotent stem cell), bank biologis, human parthenogenesis, dan lain-lain semuanya akan terjawab BILA pembelajaran kedokteran dan Al-Quran telah satu napas. Telah satu napas pembelajaran ayat Qauliyah dan ayat Kauniyah.

QS Al-Hasyr (59) : 1

Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Wallahu’alam bishshawwab

2 komentar:

adam mengatakan...

dapatkan buku seputar Kedokteran, keperawatan, kebidanan, farmasi lengkap hanya di www.tokoedu.com

buku yang kami jual 100% asli

Tokoedu.com mengatakan...

dapatkan buku seputar Kedokteran, keperawatan, kebidanan, farmasi lengkap hanya di www.tokoedu.com

buku yang kami jual 100% asli

Posting Komentar

 

Ikhsanun Kamil Pratama © 2010

Blogger Templates by Splashy Templates