Persiapan pernikahan. Apa yang langsung terbayang dalam
benak anda begitu mendengar kata itu?
Tentunya, di hari yang istimewa dan
kejadian yang diharapkan hanya terjadi sekali seumur hidup ini, kita berharap
bahwa hari pernikahan akan menjadi hari yang sangat bahagia. Karena itulah,
persiapan pernikahan pun kita siapkan, dimulai dari gedungnya, bajunya yang
mewah, katering yang enak, panggung dan hiburan yang meriah, dan begitu banyak
persiapan yang perlu disiapkan untuk menjadi raja dan ratu pada hari yang
begitu bersejarah. Hehe, boleh kan ya? Soalnya kapan lagi bisa merasakan
sensasi menjadi raja dan ratu.
Memang tiada yang melarang dan
sah-sah saja melakukan persiapan pernikahan yang seperti itu. Hanya saja,
sahabatku, kehidupan pernikahan itu seperti naik gunung lho. Masa sih persiapan
pernikahan kita kayak mau ke mall? Kira-kira menurut anda, apa yang akan
terjadi jika kita mau hiking naik
gunung namun persiapannya mau ke mall? Sangat mungkin untuk tumbang di tengah
jalan?
Kejadian ‘tumbang saat naik gunung’
ini sudah sangat banyak terjadi di Indonesia. Beberapa di antaranya:
·
Angka perceraian di
Indonesia mencapai rekor tertinggi di Asia Pasifik (BKKBN 2012)
·
Dari 2 juta orang yang
menikah tiap tahunnya, ada 285.184 kasus perceraian (Dirjen Bimas Islam Kemenag
RI 2010)
·
Berapa banyak dari
kita melihat pernikahan yang sekedar bertahan, ‘demi anak’lah atau demi apalah,
namun sesungguhnya antar pasangan sudah tidak merasakan cinta lagi. Atau bahkan
parahnya, sudah ada niatan ingin bercerai…
·
Berapa banyak
kehidupan pernikahan yang sudah mengalami ‘perang dingin’?
·
Berapa banyak
kehidupan pernikahan yang dimana anggotanya merasa salah pilih pasangan?
·
Mau nambahin lagi?
Silakan…
Kok bisa kejadian seperti ini?
Boleh jadi karena selama ini kita terlalu sibuk mempersiapkan pesta pernikahan
yang hanya satu hari, namun kita lalai untuk mempersiapkan kehidupan pernikahan
setelahnya, yang diharapkan hanya terjadi sekali seumur hidup. Masih ingat
analogi naik gunung tadi? Ya, boleh jadi yang kita siapkan justru ‘jalan-jalan
ke Mall’ daripada ‘naik gunung’. Jadinya salah tempat, mau naik gunung, tapi
pake high heels, dandan tebal-tebal,
dan perbekalan seadanya.
Tentunya, kita tidak ingin seperti
itu kan? Nah, bagi anda yang belum mengucap akad nikah, anda beruntung sudah
baca artikel ini. Pada kesempatan ini, kami ingin share hal-hal esensial apa saja yang harusnya kita packing untuk ‘naik gunung’, untuk menyelamatkan
kehidupan pernikahan anda dari marabahaya, serta menjemput kehidupan pernikahan
yang Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah. Mau kan?
Nah, perbekalan utama yang harus
anda siapkan adalah niat yang lurus
karena Allah. Mungkin terdengar sepele, dan mungkin terdengar klise, namun
sebuah kenyataan di lapangan yang kami temui, ternyata tidak sedikit mereka
yang mau nikah hanya karena bosan hidup
sendirian. Ada juga yang nikah karena tidak betah dengan lingkungan rumahnya, menjadikan
pernikahan nadalah sebuah pelarian. Bahkan ada juga yang menjadikan pernikahan
sebagai ajang balapan. Maksudnya bagaimana? Ya, jadi balapan dengan temannya,
siapa yang paling cepat nikah dan dialah pemenangnya. Anda bisa bayangkan
kira-kira bagaimana nasib sebuah pernikahan yang niatnya tidak jelas seperti
ini, ke depannya akan gimana?
Kalau berniat, luruskanlah niat
betul-betul untuk beribadah karena Allah. Niat yang lurus ini pun kalau bisa
perlu detil dan spesifik. Kenapa? Ya karena masih banyak yang kami temui alasan
pernikahan karena ‘ibadah’, padahal ini sifatnya masih normative. Bila ditanya
secara spesifik, ibadah seperti apa yang mengharuskan untuk menikah, karena
tentunya jomblo pun bisa ibadah kan? Niat semakin lurus, semakin detil, semakin
spesifik, insyaAllah ini sangat bagus sekali.
Bila niat telah lurus, maka apa
yang harus dibekali selanjutnya adalah kedewasaan.
Bagi kami, menikah itu bukan masalah menikah muda atau menikah tua, namun
menikah secara dewasa. Salah satunya bisa dilihat dari sebuah self-asking ‘Kami itu sudah butuh atau masih ingin untuk menikah?’. Loh, nikah memang suatu kebutuhan? Tentu
saja. Bagaimana pun, mendapatkan belahan jiwa merupakan kebutuhan kita manusia
hamba-Nya.
Sahabatku, menurut anda, ‘ingin’
dan ‘butuh’ itu sama atau beda? Bagaimana membedakannya? Ingin itu ibarat anak kecil yang ingin balon, bila ia tak
mendapatkannya mungkin akan ngambek, padahal
sebetulnya tanpa balon pun ia masih fine-fine
saja. Bagaimana dengan butuh? Yang
namanya kebutuhan itu harus DITUNAIKAN. Ibarat (mohon maaf) kebelet buang air
besar. Mau gak mau ini HARUS ditunaikan kan? Karena bila tidak ditunaikan,
justru membawa masalah pada diri sendiri. Dan kebutuhan masing-masing orang
akan menikah itu tentu jelas BERBEDA.
Tak bisa disamaratakan usia 25 tahun semua pria merasakan keterbutuhan akan
menikah. Karena itu, pernikahan bukan masalah nikah muda atau nikah tua. Menikah
segera dan menikah nanti sama hebatnya, bila dengan alasan syar'i dan pada
tempatnya. Menikah segera dengan keberanian untuk menyempurnakan setengah agama
dan tak mau menunda, itu sangatlah mulia. Namun, menikah nanti dengan
pertimbangan kesiapan perbekalan berumah tangga sambil terus menerus melakukan
perbaikan diri juga sama hebatnya. Yang salah adalah mereka yg tergesa-gesa dalam
prosesny atau berleha-leha dalam persiapannya.
Perbekalan selanjutnya, anda pun harus menyiapkan ilmu dan
skill yang mumpuni untuk menjalani
kehidupan pernikahan. Loh, skill
pernikahan? Mungkin terdengar aneh bin asing di telinga anda, namun pengetahuan
dan skill untuk menjalani kehidupan pernikahan itu mutlak perlu. Tantangan
kehidupan pernikahan zaman dulu dan saat ini berbeda luar biasa. Perselingkuhan
pun bisa saja terjadi di ujung jempol pasangan bila anda lalai. Hal ini bisa
dicegah dengan memiliki ilmu dan skill pernikahan.
Skill apa saja yang harus dimiliki? Yang paling fundamental
adalah skill komunikasi. Kenapa hal ini penting? Karena banyak permasalahan
pernikahan dimulai dari mampetnya komunikasi. Bila komunikasi tidak terjalin,
maka ini layaknya menunggu bom waktu untuk meledak. Jangan salah, bom waktu ini
bisa terjadi semenjak malam pertama bila anda tidak memiliki ilmu dan skill
komunikasi yang mumpuni. Kami beri satu contoh kasus ya.
Kehidupan pernikahan kami pada awal pernikahan ternyata
begitu banyak potensi konflik. Seperti contoh kecil, sarapan. Canun, sang suami
semenjak kecil terbiasa untuk sarapan jam setengah 6 pagi. Fu, sang istri
semenjak kecil terbiasa sarapan jam 8 pagi. Maka, bagi Canun, Fu melakukan
kesalahan karena beliau mulai memasak jam 7. Sedang bagi Fu, yang beliau
lakukan jelas bukan kesalahan karena memang pola hidupnya berbeda. Nah, bila
Canun marah-marah, apakah menyelesaikan masalah? Atau bila Canun diam saja, itu
juga menyelesaikan masalah? Atau bila Canun memberi tahu ‘Masaknya setengah 6
dong’, itu cukup hanya dengan sekali menyampaikan, Fu akan berubah secara
otomatis? BELUM TENTU. Karena mengubah kebiasaan yang sudah dilakukan bertahun-tahun
itu sulitnya bukan main. Bayangkan, di sini saja anda butuh kemampuan
komunikasi yang mumpuni + skill manage
ego anda.
Belum lagi finansial. Mungkin banyak orang yang senang
menikah dengan orang yang memiliki materi yang banyak. Namun bagaimana bila anda
nikah dengan orang kaya yang berpenghasilan 10 miliar/bulan, kemudian dua
minggu setelah pernikahan, bisnisnya bangkrut dan ia merugi 12 miliar? Mudah
bagi Allah mengkayakan atau memiskinkan seseorang. Kami mendapatkan hikmah
bahwa yang terpenting bukan masalah banyak rezeki atau tidak, namun terkait skill menjemput rezeki, yang tentunya dengan cara halal. Sudahkah anda bekali diri
anda dengan ilmu dan skill di bidang ini?
Belum lagi bila terpaksa harus LDM (Long Distance Marriage)
harus ada skill tersendiri untuk memastikan pasangan tetap ‘baik-baik saja’.
Skill kenali diri sendiri dan pasangan yang sangat penting untuk mengetahui
kebutuhan anda dan pasangan, karena anda dan pasangan terbentuk dari pola asuh,
budaya, dan lingkungan yang berbeda.
Waaw, kok terkesan ribet yah? Namun, sepengamatan kami di
lapangan, hal-hal seperti ini adalah perbekalan anda untuk ‘naik gunung’.
Karena bagaimanapun, kebahagiaan pernikahan itu tidak bisa anda tunggu di depan
rumah seperti datangnya tukang Bakso. Kebahagiaan pernikahan itu harus diperjuangkan.,
layaknya naik gunung. Tentu lelah. Namun, bila anda sudah mencapai puncaknya,
pemandangannya itu begitu indah luar biasa. Siapkah anda memperjuangkan
kehidupan pernikahan anda? Kami siap membantu anda untuk memfasilitasi
perbekalan-perbekalan ‘naik gunung’ pada workshop FULL 2 hari ‘Menikah itu
Mudah’ tanggal 30 – 31 Maret 2013 dari pukul 08.00 – 17.00 di Hotel Citarum,
Bandung, yang kami batasi hanya 10 seat saja.
Selama 2 hari ini, yang akan anda dapatkan:
·
Integrated-Life Skill
·
Financing skill + Financial Literacy
Skill
·
Personality Skill, mengenal karakter
seseorang dalam waktu 5 detik
·
Communication skill
·
Emotional Skill
·
Relationship skill
Dengan bekal yang anda dapatkan di workshop ini yang
insyaAllah manfaatnya bisa anda aplikasikan di kehidupan pernikahan anda untuk
membangun pernikahan yang harmonis, anda cukup berinvestasi Rp 2.500.000,
dengan fasilitas
·
Coffee break 4x
·
Menginap satu malam di hotel (Khusus
bagi peserta luar kota)
·
Makan siang 2x
·
Workshop kit
·
Sertifikat
·
Konsultasi marriage life 3bulan setelah
pernikahan
·
Software Cashflow Keuangan Keluarga
senilai Rp 500.000
·
Asuhan prekonsepsi (persiapan kehamilan)
oleh Bidan Fu
InsyaAllah,
banyak manfaat yang bisa didapatkan. Berikut apa kata alumni workshop kami
sebelumnya…
“Doakan kami ya, bulan depan kami memutuskan
untuk MENIKAH. InsyaAllah keputusan itu ada setelah kami membaca buku ‘Menikah
itu Mudah’ serta sekarang ikut acaranya. Alhamdulillah”
Fanny Qurrata Ayuni (24) – Perawat Gigi
Menikah pada 17 Juni 2012
Pendaftaran
bisa anda kontak Shella 081802030035. Serta bagi anda yang serius, hanya sampai
tanggal 24 Maret, anda cukup berinvestasi Rp 1.750.000 (single) atau Rp
3.000.000 (double).
Kami tunggu
kehadiran anda. Semoga perbekalan pada workshop ini adalah fasilitas yang tepat
untuk menjemput pernikahan anda yang harmonis. Selamat berjumpa dengan kami di
event ini. Wassalamu’alaikum Wr Wb.